Published Kamis, Mei 24, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Tidak Ada Usaha yang Tidak Membuahkan Hasil #4

Sabtu, 26 Maret 2017.
Iya, waktu itu aku masuk ke ruang sidang dengan beberapa temanku. Kalau nggak salah di ruangan itu ada Sitah, Devi, Anang, Kak Panda, Kak Yasmin, Ike, Sem, dan Keju. Padahal sebelumnya aku udah bilang ke mereka kalau yang boleh menontonku sidang itu cuma Sitah, Devi dan Ike. Tapi mereka benar-benar ngeyel, nggak mau keluar walaupun udah diusir-usir gitu. Ya udah deh, akhirnya aku pun menyerah dan membiarkan mereka semua tetap menontonku sidang. Dan tentu saja, aku tetap merasa grogi dan deg-degan saat itu. Benar-benar grogi. Saking groginya, aku sampai sempet-sempetnya menangis di depan Kak Yasmin waktu lagi nungguin pembimbing dan pengujiku yang belum juga masuk ke ruang sidang.

Sampai sekitar lima belas menit, akhirnya kedua penguji dan satu pembimbingku itu pun mulai satu persatu masuk ke ruang sidang. Iya, pembimbingku cuma satu saat itu. Waktu itu, katanya pembimbing duaku sedang berhalangan hadir sehingga hanya pembimbing satuku yang bisa menemaniku sidang. Dan ya udah, tanpa basa-basi, akhirnya sidangku itu pun dimulai. Rasanya gimana? Takut. Sidangku itu ternyata tidak berjalan mulus. Bahkan aku sampai ngerasa kayak aku lagi sidang di ruangan tertutup. Walaupun banyak orang yang sedang menonton sidangku waktu itu, aku sampai kayak yang nggak merhatiin lagi gitu. Jadi kayak sebenarnya antara ditonton banyak orang dan tidak ditonton sama sekali itu tidak ada bedanya, soalnya kita memang cuma bakal fokus sama pembimbing dan penguji yang duduk di depan kita.

Dan ya gitu. Meskipun aku bisa menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan dengan baik, tetapi ada salah satu pengujiku yang sama sekali tidak merasa puas dengan jawabanku. Aku juga sampai sudah dibela sama pembimbing satuku gitu, tapi beliau tetap juga tidak merasa puas. Selain itu, ada juga satu hal yang lucu saat itu. Perhitungan hasil pengujianku yang sehari sebelumnya sudah aku ubah itu ternyata malah disalahkan oleh kedua penguji dan pembimbingku. Katanya, yang benar itu perhitungan yang sebelumnya. Iya, perhitungan yang memang dari awal sudah aku gunakan...

Lanjut. Singkat cerita, akhirnya proses sidang-menyidang itu pun berakhir hampir dua jam setelahnya. Sidang terlama katanya. Dan setelahnya, seluruh penonton sidang termasuk aku pun dipersilahkan untuk keluar dari ruangan karena kedua penguji dan pembimbingku itu akan melakukan sidang tertutup―sidang yang akan menentukan apakah aku berhasil lulus atau tidak. Kalau kalian tanya perasaanku bagaimana saat itu, aku benar-benar nggak bisa ngejelasinnya. Pokoknya campur aduk nggak karuan, tapi aku sama sekali udah nggak bisa nangis lagi. Malah temanku yang nangis, si Sitah itu (wkwk). Dan ya gitu, sidang tertutup itu pun berjalan sekitar sepuluh menit yang tentu saja setelahnya aku kembali dipanggil untuk masuk ke ruangan. Iya, cuma aku.

"Dengan ini saya menyatakan bahwa mahasiswa dengan nama Hannan Izzaturrofa dengan judul TA blablabla belum layak untuk dinyatakan lulus dari sidang periode blablabla..." DEG! Ya Allah. Aku nangis waktu itu. Nangis, benar-benar nangis. Aku nggak lulus? Ya Allah. Meskipun saat itu pembimbing satuku masih meneruskan kalimatnya, tapi aku yang udah nggak bisa dengar apa-apa lagi. Bahkan aku sampai baru menyadari kalau ternyata di ruangan itu tuh udah ada pembimbing duaku. Dan beliau sedang tertawa gitu melihatku. Ya Allah. Aku ditertawakan? Aku agak sedih dan kesal saat itu. Tapi waktu aku menoleh sedikit dan melihat pembimbing satuku yang duduk persis di sebelah pembimbing duaku itu, rupanya beliau juga tertawa. Aku jadi heran dong. Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk bertanya saat itu.

"Maaf, Pak. Jadi maksud Bapak tadi itu, saya lulus atau tidak ya, Pak?"

Sedepresi itu pertanyaanku wkwk. Dan ya gitu, setelahnya malah dijawab begini sama pembimbing duaku. "Lulus kalau kamu bisa nyelesain revisi." Hahahaha. Kalian tahu bagaimana perasaanku waktu aku mendengar jawaban itu? Kalian tahu? Tahu nggak? wkwkwkwkwk. Rasanya malu. Malu banget. Maluuuu!! Apalagi melihat kedua pembimbingku yang tidak berhenti tertawa itu. Hiks. Ternyata maksudnya itu aku baru lulus bersyarat karena harus menyelesaikan revisi dulu. Hahahaha. Malu. Kenapa harus pakai nangis dulu, sih. Padahal waktu beberapa minggu sebelumnya, Devi juga diperlakukan seperti ini oleh kedua pembimbingku itu. Kebetulan pembimbing aku dan Devi itu sama, dan sewaktu Devi menangis pun aku juga menertawakannya. Eh, sekarang malah aku yang gantian ditertawakan karena hal yang sama.

Dan ya udah, akhirnya aku pun dipersilahkan untuk keluar dari ruangan lagi karena setelahnya ruangan itu akan dipakai buat sidang yang selanjutnya. Jadi aku jalan ke luar ruangan sambil ngebawa beberapa berkas yang udah dicoret-coret dan laptop yang aku peluk seerat-eratnya. Dan pas aku buka pintu ruangan... Jeng! Jeng! Ternyata beberapa anak lab MM sudah berdiri di depan ruangan dan langsung berteriak gitu, memberi selamat sambil beberapa anak perempuan bergantian melukin aku. Duh, mau nangis tapi malu, orangnya banyak banget, jadinya aku ketawa-ketawa aja waktu itu sambil digiring ke pintu samping yang letaknya di depan lab AI. Iya, aku digiring ke situ buat foto-foto. Emang sih, belum sidang rasanya kalau belum foto di tembok bersejarah itu―katanya.

Ini fotoku sama keluarga lab multimedia~ Dan tembok bersejarah yang dimaksud itu ya tembok yang jadi background di foto ini.
Dan waktu itu aku dikasih macem-macem. Dari mahkota, selempang, jajan, kalung, cokelat, bunga, sampai boneka. Itu semua dari teman-temanku yang ada di foto itu. Tapi kalau balon tulisan SKOM itu bukan buat aku, tapi properti milik lab MM. Katanya lab MM nggak mau ngasih apa-apa selain balon buat properti, jadi setiap ada anak MM yang sidang, bakal difoto pakai balon itu (wkwk). Tapi sayangnya sekarang balonnya udah pada nggak tahu ada dimana karena sering dipinjem-pinjemin ke orang lain. Duh, benar-benar jadi properti, ya. Tapi aku di situ nggak cuma foto sama anak lab MM aja. Aku juga foto sama beberapa anak infinine dan beberapa orang yang kenal aku dan nggak sengaja lewat pas aku lagi foto-foto di situ.

Intinya, waktu itu aku ngerasa senang yang benar-benar senang. Lega aja gitu rasanya. Waktu habis foto-foto gitu juga aku langsung nelpon Ummi sama Abi gitu. Alhamdulillahnya mereka berdua juga kedengeran kayak bahagia banget gitu. Alhamdulillah. Dan Alhamdulillahnya juga berarti uang semesterannya bisa aku tarik kembali. He he he. Tapi meskipun begitu, aku belum boleh terlalu lama bersenang-senang juga. Waktu itu, jarak antara aku sidang TA dan sidang yudisium itu cuma beberapa hari, nggak sampai seminggu. Aku lupa pastinya, tapi yang aku ingat saat itu, kalau aku nggak bisa menyelesaikan revisi dan ikut sidang yudisium bulan itu, berarti aku juga nggak akan bisa wisuda bulan Maret. Atau uangku nggak jadi dibalikin ya? Lupa.

Pokoknya karena itu, aku cuma bisa bersantai sehari aja. Iya, jadi dari sore sampai malam itu aku benar-benar yang istirahat. Aku nonton TV di kamar Sitah sampai sekitar jam 8 malam, terus langsung tidur aja gitu sampai shubuh. Waktu itu badanku rasanya kayak yang capek banget, dan aku juga tidurnya pules banget. Tapi ya gitu, karena emang waktunya terbatas, jadi pagi-pagi sekitar jam 6 pun aku harus kembali ke lab MM untuk menyelesaikan revisiku. Agak sedih sih, soalnya teman-temanku yang lain punya waktu sampai dua minggu lamanya untuk menyelesaikan revisi. Tapi waktu itu aku mikir lagi, Allah itu udah baik banget sama aku. Masa aku mau menyia-nyiakan kebaikan Allah yang besar ini? Jadi ya gitu. Akhirnya hari-hariku pun kembali dipenuhi dengan pengerjaan revisi dan bimbingan.

Tapi Alhamdulillahnya proses revisi dan bimbingan itu pun berjalan dengan mulus. Bahkan pembimbing duaku malah jadi sering membercandaiku ketika kami tidak sengaja bertemu. Katanya, "Ciyee yang udah SKOM." Hahaha. Tapi sungguh, pembimbing duaku itu kan orangnya agak-agak canggung sama perempuan ya. Jadi melihat beliau seperti itu tuh aku malah yang jadi kayak speechless gitu. Nggak tau mau ngerespon atau ngomong apa. Ya jadinya aku pun cuma ketawa-ketawa aja, hehe.

Tapi namanya bukan Hannan ya kalau kehidupannya belum penuh dengan drama. Jadi setelah selesai dengan revisi-revisi itu, berarti saatnya move on ke proses pendaftaran sidang yudisium yang ternyata juga nggak mudah. Aku harus bolak-balik ke admin, kemahasiswaan, dan beberapa bagian-bagian lain untuk mendapatkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Udah gitu, persyaratan sidang yudisium waktu itu tuh banyak banget. Dari mulai harus bikin poster, buku TA yang dijadikan file .pdf, .doc, dan .html. Terus juga harus ada CD yang dikasih cover sesuai aturan. Pokoknya banyak lah, sampai soal pembayaran toga wisuda juga. Dan waktu itu aku harus menyelesaikan itu semua dalam satu hari. Jadi hari itu, aku benar-benar yang gimana ya, sibuk banget gitu. Mondar-mandir ke sana kemari.

Bahkan aku sempat hampir nangis karena ada beberapa berkas yang salah dan kurang karena saking terburu-burunya saat itu. Tapi Alhamdulillahnya waktu itu Pak Ajid yang mengurusi berkas-berkas itu tuh baik banget. Beliau tidak marah sama sekali walaupun aku sudah bolak-balik ke ruang admin untuk memberikan berkas yang terus-terusan salah dan kurang. Apalagi di ruang admin itu tuh ramai banget. Ada banyak mahasiswa yang juga sedang mengurus berkas yudisium, dicampur sama beberapa mahasiswa yang sedang mengurus berkas-berkas geladi. Pokoknya, ruang admin waktu itu tuh sesak banget. Tapi waktu itu aku ditemani sama Sem dan Ike, sih. Padahal mereka udah selesai ngurusin berkas-berkasnya di hari itu. Emang lah ya, mereka itu teman terbaik lah pokoknya.

Dan seperti janji Allah yang tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-hamba-Nya; setelah drama-drama itu berlalu, akhirnya aku pun bisa daftar sidang yudisium dan resmi menjadi pengangguran. Yeay! Alhamdulillah.

Tapi, ternyata masih ada cerita lanjutannya, loh.


- To be continued.