Published Sabtu, Mei 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Laskar Pemimpi #1

Seorang perempuan berjalan tergesa-gesa dari ujung persimpangan. Jalanan ibu kota dan gang-gang yang terlalu sempit membuatnya terlambat setengah jam dari waktu yang telah ditentukan. Sempat tersasar dan harus berputar-putar pada jalanan yang sama membuatnya menghabiskan hampir satu jam di perjalanan. Padahal, jarak rumahnya dengan surau tidaklah seberapa.


Langkah kakinya sudah ia buat selebar-lebarnya. Dari kejauhan, tampak sekumpulan anak perempuan yang sedang bermain masak-masakan; tertawa riang dengan beberapa diantara mereka yang tampak berloncatan di ujung-ujung serambi surau. Mungkin energi mereka masih tersisa banyak, karena saat itu waktu baru menunjukkan pukul setengah sepuluh pagibegitu pikirnya. Tetapi, meskipun berpikir begitu, tiba-tiba saja ia merasa seperti dikerubungi rasa malu yang sangat luar biasa. Lihatlah, ia bahkan sudah merasa haus dan kelelahan hanya karena ia baru saja menghadapi macetnya jalanan ibu kota. Ia merasa kalah dengan mereka. Padahal, usia mereka jelas terpaut sangat jauh dengannya. Mungkin hampir lima belas tahun.


Belum genap rasa malunya itu hilang, tiba-tiba saja kakinya terasa kaku. Ia pun memutuskan untuk menghentikan langkahnya, menghela napas sejenak, memijat-mijat betisnya, sebelum kemudian kembali mempercepat langkahnya. Butuh sekitar lima menit lebih untuknya berjalan mendekati serambi surau. Kini sekumpulan anak perempuan itu hanya berjarak sekitar seratus meter di hadapannya. Namun, karena perempuan itu melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa, derap langkahnya pun menjadi terdengar cukup berat; membuat seorang anak yang duduknya paling dekat dengan pintu masuk surau langsung berlari menghampirinya sebelum ia sempat memijakkan kakinya di atas serambi surau.

"Kalau mau masuk, ucapin password-nya dulu! Kalau nggak tau, berarti kakak harus ngasih kami uang seratus ribu!" Ujar anak itu sambil memegangi sisi-sisi pintu masuk; berusaha menghalangi perempuan itu untuk sekedar masuk ke serambi surau. Sejenak perempuan itu termenung. Satu detik... dua detik.. tiga detik.. perempuan itu terus berpikir, sampai tiba-tiba sebuah kalimat terlintas di pikirannya.

"Assalamu'alaikum..." Jawab perempuan itu. Anak perempuan di hadapannya itu pun tertawa, melepaskan kedua tangannya dari sisi-sisi pintu masuk, lalu kemudian berlagak seperti seorang pramugari yang sedang mempersilahkan para penumpang untuk masuk ke dalam pesawat. Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengelus-elus kepala anak kecil di hadapannya, yang lalu setelahnya tampak berjalan terseok-seok ke dalam surau. Rupanya tadi kaki kirinya sempat menabrak rak sepatu yang diletakkan di samping serambi ketika sedang berusaha melepaskan sepatu yang digunakannyayang entah mengapa tiba-tiba saja menjadi susah dilepaskan.

Sambil menahan rasa sakit yang timbul dari ujung kaki kirinya, ia pun memasuki surau dengan mengedarkan pandangannya ke ujung-ujung surau. Namun, belum genap seluruh pojokan surau ia perhatikan, tiba-tiba saja matanya tidak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan lain yang tengah tersenyum tulus kepadanya; membuatnya secara tidak sadar ikut menyunggingkan senyum yang selama ini sempat hilang dari wajahnya.

Allah, akhirnya perempuan itu kembali tersenyum.

- To be continued.