Published Sabtu, Juni 30, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Kekhawatiran

Sebuah lagu tiba-tiba terputar sewaktu lagi mendengarkan lagu-lagu yang lain. Padahal bukan lagi dengerin lagu korea. Tapi pas lihat artinya... entah mengapa seperti sesuai dengan kondisi yang ada :"


Take a deep breath. Until both sides of your heart get numb, until it hurts a little. Let out your breath even more, until you feel like there's nothing left inside. It's alright if you run out of breath. No one will blame you. It's okay to make mistakes sometimes, because anyone can do so. Altough comforting by saying it's alright are just words.
Even if others think your sigh, takes out energy and strength. I already know that you had a day that's hard enough. To let out even a small sigh, now don't think of anything else. Let out a deep sigh. Just let it out like that.
Someone's breath, that heavy breath. How can I see through that?
Though I can't understand your breath, it's alright. I'll hold you. You really did a good job.
― Lee Hi, Breath

***

Ya. Ada beberapa hal yang menjadi kekhawatiran akhir-akhir ini. Mungkin berlebihan, tapi rasanya ketakutan itu benar adanya dan susah untuk dihilangkan. Rasanya seperti ingin memperlambat waktu yang ada sekaligus mempercepat waktu yang akan datang. Tapi tentu saja tidak mungkin.
Ingin banyak-banyak menulis, tapi sepertinya isinya hanya menjadi tak bermakna dan terbaca seperti sedang mengeluh. Takut jadi tumpah semua. Tidak baik, jadi harus dihindari.
Mungkin diam adalah pilihan terbaik.

Maka, ku gantungkan saja kegelisahan ini padaMu :"

Allahumma inni a'udzubika minal hammi wal huzni, wal ajzi, wal kasali, wal bukhli, wal jubni, wal dholaid daini, wa gholabatir rijali. Ya Tuhanku, aku berlindung padaMu dari rasa sedih serta duka cita ataupun kecemasan, dari rasa lemah serta kemalasan, dari kebakhilan serta sifat pengecut, dan beban hutang serta tekanan orang-orang (jahat).

Read More
Published Selasa, Juni 26, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Surat Untuk Kamu Di Masa Depan

Dear Mas,
beberapa hari belakangan ini Jakarta lagi sering hujan. Biasanya kalau paginya langitnya terang, seringnya sorenya akan hujan deras. Atau begitu juga sebaliknya. Bahkan dua hari belakangan ini aku lagi bolak-balik kehujanan, Mas. Belum sampai flu (semoga tidak), tapi sudah sedikit merasa satu-dua kali menggigil di penghujung malam. Tapi semoganya sih tidak akan sakit. Doakan saja ya, Mas. Eh iya ngomong-ngomong, kalau Mas sendiri, cuaca di kotamu sekarang bagaimana keadaannya? Apa sedang hujan juga, sekadar mendung, atau justru langitnya terang-benderang? Tapi bagaimanapun cuaca di sana, semoga kebaikan selalu tercurah kepadamu, dan semoga Mas senantiasa berada dalam lindunganNya, ya. Jangan sampai sakit, Mas. Dan kalaupun tidak sedang sakit, tetap jangan sampai lupa untuk terus bersyukur atas nikmat sehat yang telah Allah kasih, ya.

Dear Mas,
sebenarnya agak lucu juga sih kalau dipikir-pikir. Aku bahkan belum bertemu denganmu, juga belum tahu bagaimana rupa dan perangaimu, tapi aku justru sudah membuat surat ini untukmu. Dan nulis ini sebenarnya tujuanku cuma ingin membagikan sedikitnya keinginanku, sih. Iya, membagikan apa-apa yang selama ini pernah berputar-putar di otakku kepadamu, Imam masa depanku. Seseorang yang Insya Allah nantinya akan menjadi pendamping hidupku. Mungkin satu-dua hal akan terbaca seperti sedang menuntut sesuatu. Dan tiga-empat-lebih hal lainnya akan terdengar seperti celotehan-celotehan keinginanku akan sesuatu. Tapi hal-hal yang begini kalau ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan pendapatmu selanjutnya bisa kita bahas berdua kok. Tentunya dengan pembahasan yang lebih dalam dan lebih rahasia. Kan yang surat ini, cuma pembukanya aja. Jadi mungkin bisa dianggap seperti aku sedang bercerita seperti biasa saja kepadamu, Mas.

Dear Mas,
sebelum aku bercerita, mungkin alangkah baiknya jika aku meminta maaf terlebih dahulu kepadamu atas beberapa hal yang pernah aku lakukan di masa lalu. Karena bisa saja ketika nanti akhirnya kita dipertemukan, atau ketika aku menyodorkan isi surat ini langsung kepadamu, ternyata aku belum sepenuhnya bisa menjadi perempuan yang sesuai dengan harapanmu. Aku benar-benar minta maaf, Mas. Mungkin terbilang cukup terlambat, tetapi aku saat ini memang masih sedang berproses untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku masih banyak kurangnya. Dan mungkin saat Mas mulai ingin mengenalku dan mencoba untuk mencari tahu tentangku dari sosial mediaku, akan ada sisa-sisa hal-hal terdahulu dari kehidupanku yang belum sempurna menguap. Mungkin Mas akan melihat beberapa kenakalanku di masa lalu, atau cerita-ceritaku dengan teman lelakiku. Tapi sungguh, asal Mas tahu, saat ini aku benar-benar sedang berusaha untuk menghapus setidaknya 99% dari kisah hidupku dengan beberapa orang sebelum kamu. Iya, aku memang belum bisa menjanjikan kesempurnaan 100% itu, tapi kalau boleh aku meminta, aku ingin Mas justru menganggap bahwa mereka tidak lebih dari sekadar seorang teman yang sempat memberikanku pelajaran serta moral hidup. Kan akunya juga sudah berusaha, Mas :"

Dear Mas,
awalnya aku memang ingin bercerita. Bahkan aku sudah sampai men-list semua hal yang ingin aku ceritakan kepadamu. Tapi sewaktu aku sedang menyusun kalimat-kalimat itu, tiba-tiba aku jadi bersin-bersin terus. Sebenarnya nggak nyambung sih, tapi pas lagi bersin-bersin begitu aku malahan jadi berpikiran kalau hal-hal yang begini justru lebih romantis kalau hanya Mas dan aku saja yang tahu. Iya nggak, sih? Hehe. Tapi biar kesannya nggak kayak php, aku bakal tetap menceritakan beberapa hal yang mungkin memang seharusnya aku ceritakan di sini saja. Soalnya kalau diceritakan langsung itu akunya malu, dan jadi kurang kece, hehe. Maafkan aku ya Mas, aku emang masih labil begini. Tapi soal mengarungi bahtera rumah tangga denganmu, pastinya aku sudah tahu batasan-batasan akan kedewasaan yang seharusnya dipersiapkan kok, Mas. Insya Allah.

Dear Mas,
aku itu orangnya pendiam. Sangat pendiam. Makanya jadi tidak begitu suka jika harus menjadi perhatian publik. Jadi kalau nanti aku ada salah atau bersikap menyebalkan kepadamu, tolong tegur saja, tapi tidak di depan orang banyak, ya? Tegur saja pelan-pelan secara sembunyi-sembunyi, atau langsung peluk saja aku, hehe. Tapi tetap sembunyi-sembunyi, jangan di depan orang banyak. Dan nanti kalau misalkan kita sedang berada di dalam situasi yang serius, tentunya kamu tetap boleh kok mengajakku untuk berdiskusi panjang atas apa-apa yang menjadi kesalahanku atau sifat-sifat burukku. Terus selain itu, aku juga tidak begitu suka berfoto, apalagi selfie. Foto-fotoku yang begitu tuh bisa dihitung jari, jadi jangan sering-sering mengajakku untuk berfoto, ya? Kalau kamu mau, kamu boleh mengambil fotoku secara sembunyi-sembunyi saja. Kan jadinya juga terlihat lebih romantis bukan? Hehe.

Dan untuk beberapa hal yang lain, mungkin aku mau meminta maaf soal kemungkinan timbulnya sikapku yang terkadang moody-an, seperti misalnya ketika aku sedang pms. Tapi kalau aku sudah mulai kelihatan begitu, tolong tanya saja, ya. Dan kalau misalkan setelah ditanya akunya justru malah jadi semakin tidak mood, mungkin dengan membelikanku es krim atau buku bacaan yang aku suka bisa membuat suasana hatiku kembali normal. Sebenarnya aku juga bukan seorang perempuan yang mudah marah sih, tapi suatu ketika aku memang bisa jadi terlalu sensitif dan mudah ngambek. Apalagi asal Mas tahu, terkadang (atau seringnya) perempuan itu lebih menyukai laki-laki yang bisa membaca pikiran dan situasi. Jadi kalau laki-lakinya kurang peka, itu bisa menjadi masalah tersendiri bagi perempuan. Tapi aku percaya kok, lama kelamaan Mas pasti mengerti, bahwa perempuan itu lebih menyukai aksi yang spontanitas dan tidak suka ditanya. Hmm, perempuan itu sangat susah untuk dimengerti ya, Mas? Hehe. Maaf ya, Mas. Tapi untuk hal-hal yang begini, Insya Allah aku juga akan terus belajar dan berusaha untuk meredam ego dan mengelola suasana hati dengan sebaik mungkin. Bantu aku ya, Mas.

Dear Mas,
soal kesukaanku akan dunia tulis-menulis, travelling, mimpiku soal memiliki perpustakaan pribadi di rumah, bahkan sampai bagaimana nantinya kita mendidik anak, biarlah nanti kita bahas berdua saja, ya? Rasanya aku mulai mengantuk, dan biar hal-hal itu jadi rahasia kita berdua saja. Lagipula kalaupun aku tulis semuanya di sini, nantinya saat kita bertemu juga Mas bakalan minta dijelaskan ulang dengan penjelasan yang lebih rinci, kan? Makanya biar sekalian saja nanti aku ngejelasinnya, hehe. Jadi untuk sekarang, persiapkan dirimu saja terlebih dahulu ya. Bukan hanya soal pernikahan, tetapi juga soal kematian. Karena kita tidak akan pernah tahu jodoh mana yang akan menjemput kita terlebih dahulu. Apakah soal pernikahan, atau justru soal kematian. Jadi, jangan pernah letih untuk terus memperbaiki diri dan kembali meluruskan apa yang menjadi niatan kita untuk beribadah, ya?

Dan kalaupun nantinya kita diberi rezeki untuk bisa menyempurnakan separuh agama ini, aku harap pertemuan kita nantinya dilalui dengan cara yang baik-baik, juga dengan proses yang baik-baik.

Jangan sampai kita membiarkan syaitan mencampuri urusan kita ya, Mas :)


Dari, perempuan yang ingin diusahakan oleh kamu dengan cara yang baik-baik
Mulai ditulis pada tanggal 19 Mei 2018, dan baru terselesaikan pada tanggal 26 Juni 2018
Alhamdulillah akhirnya selesai :"
Read More
Published Selasa, Juni 26, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Hujan #2

Masih berbicara soal hujan seperti sebelumnya. Sebelum aku nge-post tulisan tadi sebenarnya udah ada driver yang menerima orderan. Tapi karena tiba-tiba hujannya jadi semakin deras dan beliau tidak bawa jas hujan, jadinya aku kembali menunggu.

Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit.

"Saya otw ke situ ya, pak." (Lah, aku dipanggil 'pak' :" huhu)

Tapi nggak apa-apa. Yang penting aku bisa pulang. Dan baru sekitar seperempat? Seperdelapan? Pokoknya baru beberapa meter jalan ternyata hujannya kembali deras, jadinya kami meneduh di sebuah supermarket. Nggak begitu lama, hanya sekitar lima menitan sampai akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan.

"Wah mbak, hujannya deras lagi."

Sesungguhnya aku jadi sedih, tapi mau bagaimana lagi. Kasihan juga driver-nya kalau aku paksa jalan terus meskipun kami baru berjalan lima menitan. Ya sudah. Jadinya habis itu kami melipir lagi, mencari tempat berteduh. Tapi di sini rupanya hujannya lebih awet dari sebelumnya. Hampir 45 menit kami berteduh, tapi hujan belum juga menunjukkan tanda-tanda mau berhenti. Malah semakin deras...

"Maaf ya mbak, jadinya lama. Saya lupa bawa jas hujan soalnya."

Mendengar begitu aku nggak bisa berkata apa-apa dan cuma ketawa-ketawa aja sambil mengangguk-angguk. Lah, kan bukan salahnya beliau juga soal malam ini hujan. Dan soal lupa itu, ya namanya juga orangnya lupa, jadi mau gimana lagi. Jadinya ya sudah, mungkin aku lagi diuji tentang sabar. Meskipun rasanya kayak pengen cepet-cepet sampai kosan, tapi ya aku harus tetap sabar. Sabar Nan, sabar...

"Yuk mbak, udah agak redaan."

Kali ini aku agak sedikit tersenyum, baru sadar kalau hujannya sudah tinggal gerimis rintik-rintik karena saking asiknya membalas chat satu-dua orang teman. Dan kali ini beliau ngebawa motornya agak ngebut, mungkin takut kejebak hujan lagi, meskipun sepanjang usahanya beliau menarik pedal gas kuat-kuat ini beliau berkali-kali meminta maaf. Sempat kasihan juga sih karena beliau ini bolak-balik kelihatan menggigil gitu di sepanjang perjalanan. Tapi agak ngebut gitu kan kemauannya beliau, katanya biar cepat sampainya, yang Alhamdulillahnya memang beberapa menit setelahnya kami pun sampai di depan kosan dengan selamat. Dan tentunya di akhir-akhir kalimatnya beliau kembali meminta maaf dengan nada yang kayak ngerasa nggak enakan.

Tapi dibilang begitu aku cuma senyum dan mengatakan dua-tiga kalimat yang intinya mewanti-wanti beliau untuk lebih berhati-hati, takutnya hujannya akan kembali turun dan jalanan gang-gang dari kosan itu kan naik-turun. Takut terpeleset. Sempat ingin membahas soal menggigil tadi juga, tapi aku lebih memilih untuk ditahan dan kuucapkan dalam hati saja. Dan ya sudah, sampai di situ saja ceritaku bersama hujan hari ini.




***
Dan ketika menulis ini, aku sempat kepikiran lagi soal driver tadi
takut beliaunya sakit karena tadi udah bolak-balik menggigil kedinginan begitu
tapi karena saking fokusnya berkutat sama pikiran-pikiran itu, aku baru sadar kalau aku juga sekarang lagi menggigil kedinginan
huhu, yang kuat, Nan
Read More
Published Selasa, Juni 26, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Hujan

Sore ini (atau malam?) hujan kembali turun. Allahumma shayyiban naafi'aan. Hujannya turun dengan cukup deras dan agak awet. Padahal hari ini aku nggak bawa motor dan driver yang dipesan juga banyak yang nggak bawa jas hujan.

Tapi akunya udah kepengen pulang, huhu.

Maafkan Hannan ya Allah kalau malah kayak jadi tidak mensyukuri salah satu nikmatmu...
Read More
Published Minggu, Juni 24, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Patah

Seringnya, kau bertanya-tanya kepada Allah mengapa Allah berikan kau rasa cinta kepada orang yang salah? Mengapa kau tidak langsung Allah pertemukan dan Allah berikan rasa cinta kepada orang yang sudah jelas-jelas tertulis sebagai pendamping hidupmu? Why, Allah? Why?
Pertanyaan ini sering sekali kau tanyakan ketika berusaha berbincang dengan-Nya, di saat hatimu sedang sakit-sakitnya, di saat dirimu sedang terluka sangat parah oleh orang yang sempat kau cintai tetapi ia ternyata lebih memilih melukaimu dengan meninggalkanmu.
Jawaban dari pertanyaanmu di atas mungkin sangat sederhana;

"Karena Allah ingin mengajarkan kepadamu bahwa tidak semua hal yang kau cintai itu selalu baik untukmu."

Thats why.

Tapi Allah, mengapa sakit sekali rasanya cara-Mu mengajarkanku saat aku pada akhirnya mengetahui bahwa yang aku cintai ini tidak baik untukku?

My dear, kenapa terasa sakit? Karena sebenarnya apa yang Allah ajarkan kepadamu itu tidak hanya sebatas itu. Dari kejadian itu kau belajar bagaimana caranya melepaskan, bagaimana caranya mengontrol rasa cinta yang belum pada tempatnya, bagaimana kau belajar untuk bisa berdiri tegak dengan anggun di situasi yang sulit, belajar untuk memaafkannya, belajar untuk melepaskan seseorang yang sangat beracun bagi kehidupanmu selanjutnya...
Belajar untuk percaya. Percaya kepada dirimu sendiri, percaya agar tidak menyalahkan diri dan lebih mencintai dirimu sendiri dan belajar untuk lebih percaya kepada-Nya bahwa apa yang Allah berikan kepadamu adalah jalan yang paling baik meskipun terasa sulit.
Belajar untuk terus percaya, bahwa diantara banyak wanita lainnya, Allah memilihmu untuk melalui proses berat ini. Karena Allah ingin kau menjadi berlian. Allah tahu kau sanggup menjadi berlian.

Itulah sebabnya mengapa Allah memilihmu, my dear. 

Situasinya adalah jika kau mengalami rasa sakit akibat hati yang patah atau masalah yang tak kunjung usai, hati yang sulit menerima, lalu kemudian berakhir membuat hatimu terasa kosong, terasa hampa...
Itu adalah tanda sebenarnya bahwa Allah sengaja ingin kau mengosongkan hatimu menjadi kosong sekosong-kosongnya. Untuk menghilangkan rasa cintamu yang berlebihan kepada manusia, harapanmu yang terlalu dalam kepada orang lain, semua hal-hal yang kau tuhankan Allah habisi sampai tak bersisa.
Sehingga kemudian kau pada akhirnya tanpa sadar bergerak mengisi hatiamu yang kosong itu dengan mencari cintanya Allah.

"Mengapa hal tersebut sering terjadi menimpamu?"

Karena Allah sedang menjaga hatimu, membersihkannya dari hal-hal yang tidak baik. Karena Ia terlalu cemburu melihatmu lebih mencintai orang lain ketimbang diri-Nya.
Allah ingin kau memberikan cintamu, impianmu, harapanmu hanya kepada-Nya bukan kepadanya.

Karena yang sanggup mengabulkan segala keinginanmu itu diri-Nya bukan dirinya.

- Nadhira Arini
ditulis tepat dua bulan yang lalu, pada tanggal dan jam yang sama.
Read More
Published Jumat, Juni 22, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Mie Goreng

Ceritanya tadi habis masak mie goreng setelah sekian lama udah nggak pernah masak dan makan mie. Terus sewaktu lagi masak, aku jadi keingat sama masa-masa sewaktu masih kuliah. Iya, waktu makrab pertama kali bareng teman-teman sekelas.

Jadi sewaktu awal-awal masuk kuliah itu aku jarang banget masak dan makan mie karena emang nggak ada tempat masaknya. Sebenarnya ada dapur di setiap lantai asrama, tapi rasanya tuh males masak di sana karena tempatnya yang dekat dengan ruang tv, dan biasanya di sana bakal rame baget sama anak-anak asrama yang lain. Jadi aku males ketemu banyak orang gitu *lah ansos. Dan ya jadinya pengalaman pertama masak mie di Bandung itu ya semasa makrab itu.

Sebenarnya aku lupa gimana kejadian pastinya, tapi sekilas yang aku ingat itu, entah kenapa tiba-tiba temanku minta tolong dimasakin mie dan kebetulannya yang lagi berdiri di depan kompor itu aku. Dan aku mau dimintain tolong begitu. Nggak tau juga apa alasannya kenapa aku mau padahal kami itu bukan teman deket meskipun sering main bareng, tapi intinya aku mau. Dan keadaan kami yang nggak deket itu malah bikin aku jadi hati-hati banget sewaktu masak mie itu. Dari yang awalnya aku kalau masak mie asal jadi, waktu itu jadi benar-benar serius dan ditungguin, sampai pakai diukur benar-benar tingkat kematangannya segala. Dan singkat cerita, sewaktu mie gorengnya itu udah jadi dia langsung bilang terima kasih tapi ditambahin kalimat yang mengatakan kalau masakan aku itu enak karena dibuat pakai cinta *halah* yang bikin seisi dapur ketawa.

Tapi dari situ aku belajar sih, yang ternyata malah kebawa-bawa sampai sekarang. Tentang sesuatu yang sekecil apapun itu atau meskipun sebenarnya biasa aja dan tidak berarti apa-apa itu sebaiknya tetap harus kita beri apresiasi. Karena rasanya diberi apresiasi begitu tuh aku seneng, walaupun aku tahu sebenarnya mie goreng instan ya rasanya begitu-begitu aja, standard. Dan juga tentang hal-hal yang sederhana, yang kayaknya nggak ada spesial-spesialnya sewaktu dulu ternyata bisa bikin kangen kalau udah berlalu.

Duh, aku jadi kangen temen-temen kuliah kan... hiks.
Read More
Published Jumat, Juni 22, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Hambanya Siapa (?)

Notes to my self. Tentunya sebagian besar manusia sudah paham, bahwa bulan Ramadhan memang merupakan bulan penuh kebaikan. Bulan yang di dalamnya terdapat keberkahan dan penuh dengan ampunan. Apalagi setiap amalan yang kita lakukan akan dihitung berkali-kali lipat.

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”
― (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Tapi tentunya kita harus ingat, seperti nasihat para ulama salafush shalih yang mengatakan bahwa kita sesungguhnya adalah hamba Allah, bukan 'ibadurramadhan (hamba Ramadhan). Hamba Ramadhan itu, hanya mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ia akan banyak beribadah di bulan Ramadhan saja. Sedangkan hamba Allah itu, akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala sepanjang hayatnya, yaitu di seluruh bulan sepanjang tahun. Tidak hanya di bulan Ramadhan.

Astaghfirullah. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan rizki istiqomah dalam beramal kepada kita semua. Aamiin...


22062018; 11.07
Dikutip dari story WA milik ammah Nita
yang merupakan murrobbi terakhir di Bandung
Read More
Published Jumat, Juni 22, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Mengelola Hati

Rupanya sampai hari ini aku masih harus berada di Purwokerto. Tapi Ummi sama Abi lagi di Jakarta, dan rasanya aku kayak lagi jadi single parent. Sendirian ngurusin tiga orang anak yang memiliki kepribadian dan kebiasaan yang berbeda-beda, maunya ini-itu yang tentunya berbeda juga ternyata jadi tantangan tersendiri buat aku. Udah pada gede, tapi masih lebih sering manja dan banyak permintaannya. Ditambah aku lagi kedatangan tamu yang rupanya kali ini lebih butuh 'perhatian' lebih dari bulan-bulan sebelumnya. Tapi dari itu aku jadi belajar kalau sebenarnya sifat sensitif akibat dari kedatangan tamu bulanan itu sebenarnya bisa diatur sendiri dan dikelola dengan baik. Tergantung bagaimana kita (berusaha) membentuk suasana hati. Yang berartinya juga setiap orang itu bisa mengelola sendiri suasana hatinya masing-masing tanpa harus bergantung dengan kondisi yang ada.

Buktinya walaupun kemarin lagi repot-repotnya dan ngurusin adik-adik yang banyak permintaannya, ditambah rasa kesensitifan dari si tamu yang luar biasa itu sama sekali nggak bikin aku jadi dikit-dikit marah dan mudah tersinggung. Malah kayaknya sewaktu lagi puncak-puncaknya, suasana hati tuh kayak lagi bersahabat dan gampang diaturnya. Atau karena memang udah jadi kebiasaan kali, ya? Karena akhir-akhir ini aku juga udah jadi males marah-marah atau ngambek-ngambekan. Rasanya kayak hal-hal yang begituan tuh malah justru bikin aku jadi makin tambah tua *lah. Tapi kalau memang alasannya karena sudah terbiasa nggak marah-marah lagi, berarti sebenarnya sesuatu yang buruk itu bisa dialihkan ke yang baik-baik asalkan kitanya mau (berusaha) membiasakan yang baik-baik itu. Cuma masalahnya terkadang kita terlalu asik dengan tameng kalimat, "mungkin karena dulu aku tuh diginiin makanya waktu gede jadi gini-gitu", ya toh? Yang intinya itu menyalahkan kejadian masa lalu dan menjadikannya sebuah alasan untuk membenarkan setiap kejadian dan perilaku buruk yang ada di diri kita. Astaghfirullah... Ini jadi catatan tersendiri buat diri aku juga, sih.

Tapi intinya dari tulisan ini tuh sebenarnya hal-hal yang terjadi beberapa hari ini rupanya jadi mengantarkan aku ke pemikiran gimana selama ini Ummi dan Abi―terutama Ummi―yang ngurusin empat anak sekaligus. Tanpa keluhan. Tanpa minta dibalas. Tanpa minta dibayar. Semuanya dilakukan sepenuh hati semata-mata hanya karena kasih sayang mereka berdua kepada kami―anak-anaknya―yang terkadang suka lupa dan nggak tahu diri. Masya Allah. Meskipun ucapan terima kasih aja tentunya belum cukup, tapi tetap terima kasih ya Mi, Bi. Semoga Allah memberikan kesehatan dan umur yang panjang untuk kalian berdua, yang tentunya juga disertai dengan kebahagiaan dunia-akhirat :"
Read More
Published Selasa, Juni 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Mengakhiri Untuk Memulai

"Karena mencintai berarti rela untuk melepaskan." ― Seseorang
*

Hari ini Purwokerto lagi panas-panasnya. Tanaman di depan rumah pun jadi kelihatan agak layu karena lima hari kemarin tidak pernah disiram.

Mungkin suasana lebaran hari ini masih sedikit terasa. Sebulan penuh berpuasa rasanya seperti berlalu begitu saja. Semoganya sih tidak sia-sia, tapi aku masih merasa seperti kurang memanfaatkan waktu yang ada. Ah, rasanya seperti ingin mengulang waktu. Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Namun kalau mau menilas balik, aku jadi ingat sewaktu hari pertama lebaran beberapa hari yang lalu.

Lebaran kan bagi sebagian besar orang identik dengan maaf-maafannya kan, ya. Kalau tahun-tahun sebelumnya, biasanya aku bakal mengirimi pesan permintaan maaf ke sebagian kontak yang ada di ponselku satu persatu. Mau itu perempuan atau laki-laki, pokoknya semuanya aku kirimi pesan. Tapi kalau tahun ini, aku cuma mengirim pesan ke beberapa teman perempuan. Itupun terbatas hanya pada teman-teman yang memang sehari-harinya sering berkomunikasi denganku. Sisanya cuma aku ucapkan via grup-grup atau via sosmed aja.

Bukan apa-apa. Kalau misalnya aku mengirim pesan ke semua kontak yang ada di ponsel, akunya takut ponselku bakalan ngehang karena saking banyaknya. Lagian, kalau misalnya aku punya ponsel yang tahan banting, kan jadinya waktunya banyak terbuang buat saling berbalas pesan kan, ya? Padahal aku lagi kumpul bareng keluarga besar, yang kira-kira cuma bisa ketemu tuh setahun sekali aja. Lah yang utama malah keluarga yang lagi kumpul itu toh, bukan teman dunia maya kita? Makanya tahun ini aku nggak begitu banyak ngelihat ponsel, cukup berbalas pesan sama beberapa orang aja. Itupun jedanya agak lama.

Aku belajar dari seorang teman juga, sih. Jadi sewaktu lebaran beberapa tahun yang lalu, aku pernah mengirimi salah satu temanku yang laki-laki sebuah pesan maaf-maafan yang sampai sekarang tidak pernah dibalas. Kesal? Pasti. Padahal dia update di sana-sini, eh tapinya malahan tidak membalas pesan aku. Padahal dia itu termasuk teman dekatku dulu, meskipun semakin ke sini memang semakin dijauhkan. Aku jadi ngerasa kayak nggak dianggap gitu, dan juga menganggap temanku itu sombong, lupa sama teman lama. Dan jadi ngerasa aneh juga sih, karena dulunya dekat tapi sekarang malah jadi kayak stranger gitu. Dibilang musuh bukan, tapi dibilang teman atau sekedar kenal juga kayaknya kurang pas.

Tapi beberapa hari belakangan ini aku mulai tahu sih apa penyebabnya. Rupanya dia memang sengaja nggak ngebalas pesan aku karena memang pengen menjaga hati. Lah memangnya dia suka sama aku? Ya enggak juga. Kalau tidak salah dari apa yang dia tulis di sosmednya sih, dia cuma pengen lebih berhati-hati aja dalam bergaul. Dia takut zina. Lah iya, aku baru ingat kalau zina itu bukan cuma soal fisik, tapi juga hati, pandangan, sama pikiran. Terus setan kan juga punya banyak cara buat menjerumuskan manusia kan, ya? Dan katanya juga, semua pesan dari perempuan yang masuk ke ponselnya tapi nggak penting-penting banget, langsung aja dia hapus gitu aja tanpa sempat dia baca. Kalau yang soal maaf-maafan, dia maafin aja gitu dalam hati tanpa harus ngebales pesannya. Makanya aku langsung menyimpulkan, oh iya berarti aku juga termasuk ke perempuan-perempuan itu kali, ya?

Terus aku juga jadi ingat sama kalimat Ummi sewaktu aku lagi mainan ponsel sambil lihat-lihat video kpop sehabis sholat dan baca qur'an. Katanya, "lah, baru baca qur'an kok langsung khilaf? Emangnya udah ngerasa amalannya cukup buat nonton-nonton video kayak begituan?" Dan kalau dulu sih, setiap digituin sama Ummi aku bakal cuma merengut-merengut aja sambil tetep nonton-nonton video kpop. Tapi kalau sekarang udah enggak. Iya lah, orang akunya juga udah jarang nonton video kpopnya hehe. Bukan itu ding intinya. Maksudnya, kalau sekarang aku jadi lebih mikir, iya ya, emangnya amalan aku udah cukup, makanya aku jadi sombong dan tidak berhati-hati dalam bertindak? Malahan membuang-buang waktu sama hal yang sia-sia begitu.

Dan nggak tahu sih bisa disambungin apa enggak, tapi aku jadi kepikiran soal temanku itu. Terus juga jadi mikir, jangan-jangan kalau aku pas lebaran jadi saling berkirim pesan ke teman-teman laki-laki, yang pastinya beberapa bakal jadi ditambahin kata 'wkwk' dan 'haha' atau saling bertanya satu-dua hal untuk basa-basi, amalan yang aku lakuin di bulan Ramadhan kemarin jadi sia-sia? Kan kita nggak pernah tahu ya, amalan yang kita lakuin itu dihitungnya berapa, dan dosa yang kita lakuin juga dihitungnya berapa. Maksudnya misal kayak tau-tau amalan sholat sebulan penuh itu ternyata cuma bisa buat ngehilangin dosa interaksi sama lawan jenis lewat chat. Nah, kalau misalnya benar begitu, berarti amalan kita langsung habis gitu aja dong? Karena yang tahu perhitungan amalan dan dosa hanya Allah semata, makanya berarti kita justru harus lebih berhati-hati kan, ya?

Terus aku juga jadi mikir, kok aku banyak mikirnya ya? wkwk. Bukan ding. Aku jadi mikir lagi, mungkin udah saatnya kali ya aku harus mengakhiri sesuatu untuk memulai? Maksudnya kayak aku kan punya banyak teman lawan jenis, yang mungkin kalau aku upload story bakalan ada yang komen, atau aku sendiri malahan yang komen-komen ke story mereka. Ya mungkin awal-awal bakalan dianggap sombong, kayak sewaktu aku balas pesan temanku singkat-singkat dan malahan kadang-kadang sengaja nggak dibalas. Terus waktu ketemu dia bilang gini, "sombong banget kalau ketemu padahal pegang hp terus, tapi kalau di chat lama banget balesnya." Tapi waktu dibilang gitu aku cuma senyam-senyum aja karena bingung mau jawab apa, masa iya aku bilang kalau aku lagi menjaga hati? Lah nanti makin panjang pembahasannya biar dianya nggak salah paham, padahal kan aku lagi nggak pengen ngobrol lama-lama sama dia berduaan.

Tapi maksudnya ya itu, mungkin udah seharusnya aku itu mulai mengakhiri sesuatu yang sekiranya hanya membawa mudhorot buat diri aku sendiri. Kayak chat sama lawan jenis ngobrolin hal-hal yang nggak penting, menghabiskan waktu cuma buat nonton film-film gitu, atau yang lainnya. Jadi mengakhiri untuk memulai sesuatu yang baru. Mungkin kayak memulai untuk banyak-banyak belajar ilmu agama? Atau mulai untuk mempersiapkan bekal kalau-kalau nanti ketemu jodohnya? Ya, jodoh bisa berupa kematian atau manusia. Tapi intinya begitu. Mengakhiri yang tidak baik, untuk memulai yang baik-baik. Mungkin kalau buat aku mengakhiri begitu saja masih terlalu ekstrim ya, tapi setidaknya tetap harus berusaha untuk memulai secara bertahap, kan?

Dan aku juga tahu kok, mengakhiri sesuatu dengan orang yang selama ini cukup dekat dengan kita itu agak sedikit susah. Kayak misalnya punya teman lawan jenis dari sd, terus tiba-tiba kayak harus diakhiri begitu saja, padahal nggak ada masalah apa-apa. Dari yang biasanya tiap dia atau kita update sesuatu di sosmed kitanya saling komen-komen cekikikan nggak jelas, sekarang harus ditahan-tahan. Dari yang biasanya diajakin main kumpul-kumpul nggak jelas sampai malam kitanya hayuk-hayuk aja, sekarang harus cari-cari alasan untuk menolak tanpa menyinggung. Tapi walaupun susah, bukan berarti nggak mungkin kan, ya? Dan semua perubahan itu bagiku butuh proses, nggak bisa dadakan, makanya harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Harus dilatih dengan waktu yang nggak sebentar.

Dan karena mencintai berarti harus rela melepaskan, lalu kita juga mencintai teman kita itu karena Allah sehingga nggak mau mereka justru terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik, berarti kita juga harus rela untuk melepaskan segala apa yang justru membuat mereka semakin terjerumus ke situ kan?



Oh iya ada satu tulisan yang pengen aku share. Jadi waktu aku lagi buka-buka fb sebentar, tiba-tiba nemu status fb yang ditulis sama budeku. Dan pas aku baca, aku langsung mikir, lah kok agak sejalur sama yang lagi aku pikirin? Kok sesuai sama apa yang lagi aku alamin? Jadinya aku tulis ulang di sini. Tapi tulisan itu juga di repost sama bude dari sumber yang kayaknya lupa ditulis sama bude, soalnya di bawahnya cuma dikasih keterangan kalau status itu tuh copas, tapi nggak ada keterangan sumber aslinya. Ya kurang lebih kayak gini tulisannya.

Untuk para suami...

Ketika istrimu begitu menjaga kehormatannya di rumah, maka jaga pulalah kehormatanmu sendiri diluar sana. Wanita berbeda banget sama pria. Jangan kaget hanya dengan anggukan kepalamu saja, akan ada wanita lain yang merasa diperlakukan dengan istimewa. Jangan kaget meski niatmu sekedar membantu saja, tapi yang dibantu malah jadi diam-diam menyimpan cinta. Bahkan yang sekedar lewat aja, bisa diartikan lain sama wanita.

Serba salah memang, tapi selama ada sang istri kenapa tidak kau pindahkan segala urusan beramah tamah dengan wanita ke pundak istrimu? Agar Izzah lelakimu tak tergadai dengan 1000 fitnah wanita. Agar sejuta kebaikan dan kehangatanmu hanya bisa dinikmati keluargamu saja.

Kadang di otak logikamu mungkin terbersit, "ah cuma begini aja masa bikin fitnah?" Tapi percayalah, hati wanita penuh kejutan-kejutan khayalan romantis yang bisa kapan aja dibumbui syaithon-syaithon agar semakin dalam perasaan yang awalnya hanya selewat aja. Maka jangan marahi para istri-istri yang cemburu karena mereka tahu apa yang mereka sedang hadapi. Ketika sebuah perasaan ngga berdaya dipaksa menghadang serbuan perasaan menggebu-gebu yang belum halal. Bagai prajurit yang mendadak siaga ketika mendengar kebaikan suami dibicarakan wanita lain.
Maka berterimakasih lah pada setiap kecemburuan istrimu, karena kecemburuan merekalah yang akan membantu menjaga lurus jalanmu. 
Ada hati yang musti engkau jaga.

Eh tapi bukan soal suami-istrinya ya, tapi lebih ke bagian kalau apa yang dilakuin oleh laki-laki meskipun sedikit ternyata bisa menimbulkan benih-benih cinta di hati perempuan. Meskipun yang laki-lakinya ngerasanya ya biasa aja.

Tapi aku bilang begini pun bukan berarti aku sudah sepenuhnya menjalankannya. Namanya manusia, namanya Hannan, masih banyak khilafnya. Masih lagi berproses dan masih belajar. Tapi setidaknya hal-hal yang begini mudah-mudahan bisa dijadikan pelajaran juga. Terutama buat aku tentunya. Dan maaf jika ada salah-salah kata atau kalimat yang kurang mengenakkan. Kesempurnaan itu hanya milik Allah, dan kalau ada kesalahan tentu datangnya dari diri aku sendiri. Tapi kalau ada hal-hal yang sekiranya salah dari apa yang aku tulis di atas, mohon koreksinya, ya. Aku masih lagi belajar :"



Btw empal gentong sama sup kimlo buatan Ummi enak, bikin aku jadi bolak-balik ke dapur. Duh, sepertinya jarum di timbangan bakalan mulai jalan ke kanan lagi setelah beberapa bulan belakangan ini jalannya ke kiri terus.
#enggaknyambungemang
#tapigapapadeh
#pengencurhatajagara2beratbadannyamulainaik
Read More
Published Selasa, Juni 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Hari Bahagia Untuk Mbah Put

Stasiun Cirebon

Rasanya waktu cepat sekali berlalu. Perasaan baru kemarin aku nunggu-nunggu hari libur, eh sekarang udah mau masuk kerja aja. Kayak ada rasa nggak rela-nggak relanya gitu, masih pengen lama-lama di rumah. Rasanya di Jakarta tuh kayak nggak betah, nggak ada asik-asiknya. Tapi masih ada orang lain yang justru berharap bisa dapat kerjaan―meskipun itu di Jakarta―jadi aku tetap harus bersyukur, kan?

Tapi kadang kalau lagi galau begini aku tuh jadi keinget banyak hal. Kayak tiba-tiba dikerubung sama segerombolan rindu gitu. Salah satunya ya soal mudik lebaran ke Cirebon kemarin, yang padahal mah baru aja berlalu sehari doang. Tapi rasanya emang kayak pengen bisa mengulang waktu, pengen balik ke Cirebon lagi, pengen ngerasain euforia lebaran di sana lagi. Tapi butuh waktu satu tahun untuk merasakan hal itu, itu pun kalau memang masih diberi umur sampai tahun depan. Makanya rasanya kayak rindu banget.

Soalnya kebetulan keluarga Abi itu termasuk keluarga besar. Anaknya mbah put ada 8 orang, yang Alhamdulillahnya masing-masing punya anak lagi yang lumayan banyak-banyak. Makanya kalau lagi kumpul tuh pasti rame, nggak pernah sepi. Apalagi mereka semua Alhamdulillahnya juga kompak dan suka mudikan, alias sukanya nengokin mbah put jadi bikin anak-anaknya juga paling suka ya liburan ke Cirebon ini. Rasanya tuh kayak pengennya ketemu sama mbah put terus. Apalagi mbah put ini orangnya energik banget, nggak pernah bisa diem. Dan masakan mbah put sama bude lies (anak pertama mbah put yang tinggalnya serumah sama beliau) juga menurutku paling enak diantara masakan yang pernah aku makan selama ini. Bahkan dulu pernah ada tamu yang menawari modal ke mereka berdua lho biar mbah put sama bude lies mau bikin restoran gitu saking enaknya masakannya ini. Tapi karena mereka ngerasa udah semakin tua, ya jadinya ditolak secara halus deh tawaran itu.

Rajungan
Tapi selain karena masakannya enak, mbah put sama bude lies ini juga jago bikin masakan yang macem-macem. Kayak kemarin aja, padahal aku tuh di Cirebon cuma nginep 4 hari 3 malem, tapi aku udah ngerasain banyak makanan. Dari sop iga, blekutak, steamboat kuah tom yum, nasi uduk ayam penyetan, opor ayam, sambel goreng daging, empal gentong, rawon, ceker setan, sampai pepes telur kepiting. Itu aku baru nyebutin makanan utamanya, belum sama makanan pendamping kayak tempe yang nggak tau diapain tapi rasanya enak dan menu-menu lainnya. Bahkan sewaktu aku baru sampai Purwokerto, tiba-tiba bude lies ngirimin foto rajungan yang baru selesai dikukus. Agak sedih sih, soalnya biasanya dari tahun ke tahun kalau lebaran aku pasti makan rajungan sama kerang ijo, tapi kali ini malah nggak kesampaian karena harus buru-buru pulang ke Purwokerto :( Btw rajungan ini rasanya enak banget loh, apalagi kalau kedapatan rajungan yang perempuan dan ada telurnya yang menempel di cangkangnya. Masya Allah, jadi ngiler saya...

Dan itu kan baru makanannya loh, belum dessert-nya. Kalau lebaran kemarin tuh mbah put nyediain es yogurt―es lilin yang paling dicari kalau ke Cirebon―yang nggak tanggung-tanggung biasanya di freezer tuh bisa sampai ada 5-6 bungkus (1 bungkus isinya 30 buah), es buah, es cincau, es krim 16 liter, salad buah, sama puding buah. Pokoknya kalau mudik lebaran ke Cirebon itu rasanya mirip-mirip sama mudik ke restoran all you can eat. Rasanya makanannya kayak nggak habis-habis dan bermacam-macam, terus bisa diambil sepuas-puasnya. Malahan kalau kelihatan cuma duduk-duduk di depan tv sambil mainan hp pasti mbah put bakal bilang gini, "Mba Hannan, itu ada es buah di kulkas seger diambil gih." atau "Mba, itu tadi mbah nyoba bikin makanan XX cobain dulu mumpung masih anget." Pokoknya bakal ditawarin makan terus. Aku aja, sehari bisa makan sampai lima kali, ditambah ngemilnya yang nggak kehitung banyaknya hehehehe.

Terus selain soal makanan, hal lain yang aku kangenin dari suasana lebaran di Cirebon itu ya soal kumpul-kumpulnya. Kalau zaman dulu sewaktu sebagian anak-anaknya mbah put masih jadi perantau, di rumah mbah put itu kalau malam dari ruang tamu sampai dapur itu pasti bakal banyak kasur yang terbentang―yang isinya orang-orang yang tidurnya berjejer kayak ikan pindang. Pokoknya penuh, sampai kalau mau jalan dari ruang tamu ke dapur aja harus jinjit-jinjit dulu karena takut nginjek badan orang yang lagi tidur. Biasanya kalau pas gini aku tuh kebagian tidur di ruang tamu bareng yang remaja perempuan, atau di tempat sholat bareng ummi. Dan tidurnya pakai jilbab gitu karena kan nggak semua sodara itu marhom kita kan, ya? Makanya kadang ngerasa agak risih juga, sih.

Tapi sekarang karena udah banyak yang beli rumah dan menetap di Cirebon, alhasil formasi tidurnya pun berubah. Jadi agak kebagi-bagi itu. Apalagi rumah mbah put sekarang udah ditingkat, jadinya remaja-remaja laki-laki itu tidurnya pada di lantai dua―tapi dengan posisinya yang sama, masih berjejer-jejer kayak ikan pindang hihi. Sedangkan yang perempuannya di kamar, sekeluarga masing-masing gitu. Dan beberapa juga ada yang diungsikan ke rumah sodara yang lain. Sebenarnya bisa aja sih kalau semuanya nginep di rumah mbah put, tapi orang sebanyak itu kalau ngumpul di situ semua, pas pagi-pagi mau sholat ied tuh ngantrinya jadi panjang banget :( Walaupun kadang suasana rebutan kamar mandi yang cuma ada 2 sedangkan orangnya ada 41 itu bikin kangen, tapi kalau pas ngerasainnya tuh rasanya kayak pengen teriak saking gemesnya. Yang laki-laki tuh suka banget mengintimidasi yang perempuan, jago banget ngebohong dan nyalip-nyalip antriannya...

Nah, lanjut. Kalau seperempat dari jumlah orangnya udah ada yang siap berangkat ke alun-alun buat sholat ied, biasanya mereka langsung berangkat ke alun-alun buat 'ngejagain' tempat. Iya, jadi mereka bakal bawa tikar besar-besar buat digelar di sana, biar kedapatan sholat di shaf awal-awal, bukan di jalan rayanya. Nanti sisanya menyusul, soalnya alun-alunnya juga nggak jauh-jauh banget, jadi jalan kaki setengah jam juga udah nyampe―tinggal saling berkabar aja dapet tempatnya dimana. Terus setelah selesai sholat dan mendengarkan khutbah idul fitri, kami serombongan pulang deh. Kalau yang perempuannya langsung pulang ke rumah, biasanya yang laki-lakinya malah foto-foto dulu di depan loko tua yang letaknya di depan stasiun Cirebon. Biasa, nambah-nambah stok foto profil katanya. Lha, malah kebalik, ya? Yang perempuannya malah pengen cepet-cepet pulang, ngabisin stok es krim dan cemilan yang ada di rumah.

Terus, kalau udah puas foto-foto atau cemit-cemot makanan di rumah dan udah kumpul semua, kami bakal langsung mulai salam-salaman maaf-maafan gitu berurutan. Jadi dari mbah put dan diikuti sama keluarga anak-anaknya dimulai dari yang paling tua. Di sini nih, suasana paling harunya. Banyak yang nangis, meskipun yang remaja-remaja nggak nangis sih, malah berlomba-lomba saling ngejedutin tangan ke kepala adik-adiknya pas lagi salaman cium tangan (ini jangan ditiru ya, hehe). Tapi justru ini yang ngangenin. Dipeluk, dicium, ketawa-ketawa, rasanya kayak duh, keluarga kami sekompak dan saling menyayangi begini, ya? Rasanya rasa bersyukur itu nggak ada habisnya. Dan kayak hal beginian tuh nggak semua orang bisa ngerasain.

Antri Foto
Fotografer
Udah gitu setelah salam-salaman dan bagi-bagi thr (kalau ada yang ngasih thr), kami langsung atur jadwal foto. Jadi kami bakal foto satu-satu per keluarga gitu, bergilir. Dan sisanya emang kayak beneran lagi nungguin antrian foto, duduk-duduk nontonin sesi foto-foto yang lucu bikin ketawa karena banyak humornya. Iya, jadi kadang pas mau foto tiba-tiba ada yang sengaja lewat buat ngeganggu hasil fotonya. Atau fotografernya malah selfie sendiri. Apa ajalah pokoknya yang iseng-iseng gitu. Tapi kalau yang punya bayi atau balita jarang digangguin sih, soalnya tanpa digangguin pun udah keganggu sendiri wkwk. Dan yang ngefotoin itu nggak cuma satu orang, tapi dua-tiga gitu tergantung dari banyaknya pemilik kamera. Nah biasanya satu keluarga itu punya banyak jatah foto. Dari foto
Pengganggu Foto
formal, foto bebas, foto yang dirusakin (wkwk), dan foto bareng mbah put. Pokoknya setiap keluarga itu wajib ada foto bareng mbah putnya. Dan itu permintaan sendiri, bukan disengaja emang harus ada fotonya. Bahkan beberapa keluarga ada yang bapak-ibunya minta foto bertiga aja sama mbah put. Kadang sedih sih, mbah put tuh setiap lagi foto kayak gini kelihatan banget raut wajah kangen sama mbah kakungnya. Makanya, di sini ini peran anak-anaknya buat bikin mbah put nggak ngerasa hampa dan bahagia gitu. Terus kalau semua keluarga udah pada foto, langsung deh dilanjutin sama foto bareng-bareng semuanya. 


Foto bareng-bareng di garasi depan rumah.

Dan kalau lagi foto begini, kan biasanya pake fitur continous shooting, ya.  Jadinya take 1 dan 2 itu masih formal, tapi ketiga dan seterusnya bakal rusuh kayak gini :"
Foto bareng-bareng di ruang tamu.
Yang rusuh remajanya? Enggak. Justru yang rusuh itu malah bapak-bapaknya. Sukanya ngegangguin anak-anak di depannya, entah dijewer, ditutupin mukanya, di tindih-tindih. Pokoknya rusuh banget. Tapi lihat deh ketawanya mbah put di foto di atas, bahagia banget kan, ya? Hehe. Semoga aja mbah put bisa terhibur, ya.

Lanjut. Selesai foto-foto ramean gini, hal lain yang aku rindukan itu soal kami sekeluarga yang serombongan konvoi ke rumah sodara-sodara. Biasanya kami ke rumah sodara-sodaranya mbah put, kayak kakaknya atau sepupunya. Kebetulan rumahnya nggak jauh-jauh dan masih sekitaran Cirebon. Dulu juga sewaktu masih ada mbah uyut, biasanya kami ke rumah mbah uyut buat silaturrahim sekalian ngehabisin jajanan di warungnya mbah uyut (hehehe). Tapi tetep dibayar kok. Sama bapak-bapaknya wkwk.

Mas Adit keluar dari pintu bagasi.
Nah terus, kan orangnya ada banyak nih, tapi nggak semua keluarga itu punya mobil. Kayak tahun ini aja, ada 7 keluarga tapi mobilnya cuma 4. Alhasil, semua ditumpuk deh di satu mobil. Pokoknya, dimuat-muatin. Sampe akhirnya mobil kecil yang harusnya cuma muat buat 5 orang bisa dimasukin sama 7 orang. Jadi ada yang sampai duduknya di bagasi, yang keluar-masuknya juga dari bagasi, bukan pintu :" Tapi yang diumpel-umpel di mobil itu juga yang laki-lakinya kok. Yang perempuan mah umpel-umpelannya nggak sebegitunya, hehe. Jadi semobil kecil itu tuh isinya remaja laki-laki semua. Penuh. Sisanya masuk ke tiga mobil sisanya.

Kalau ada Om Opiq biasanya beliau ngebawain handie talkie (ht) buat dibagi-bagiin ke setiap mobil, biar komunikasinya gampang. Tapi berhubung Om Opiq baru datang di hari kedua lebaran, alhasil yang duduk di sebelah supir itu punya tanggungjawab buat ngeliatin terus grup wa keluarga besar, mengantisipasi kalau-kalau ada perubahan rute. Pokoknya komunikasinya di grup itu. Dan kan kami itu serombongan yang lumayan banyak ya, jadinya kadang kalau sampai di rumah sodara tuh kami ngantri gitu salaman masuk ke dalam yang langsung dilanjut keluar lagi gara-gara saking penuhnya. Jadi biasanya cuma mbah put sama anak-anaknya aja yang masuk ke dalam rumah dan sisanya di teras atau halaman luar gitu.

Nah, perjalanan konvoi silaturrahim ini tuh berakhirnya di rumahnya Om Isa. Jadi setelah keliling ke semua tempat sodara yang masih ada dan rumahnya nggak jauh-jauh dari Cirebon, siangnya kami langsung menuju ke rumah Om Isa buat ngehabisin stok makanan di sana wkwk. Iya, jadi biasanya makan tuh udah ada kloternya. Jadi kloter pertama (sarapan) di rumah mbah put, kloter kedua (makan siang) di rumah Om Isa, kloter ketiga (makan malam) di rumah Om Wisnu. Tapi kalau yang ketiga mah sesekali aja sih, nggak setiap tahun begitu. Kalau tahun ini, ifthar hari terakhirnya aja yang di rumahnya Om Wisnu.


Di sini juga kayak lagi di restoran all you can eat, semuanya ada. Dari makanan berat, cemilan, sampai es krim. Pokoknya es krim itu ada dimana-mana, hehe. Alhamdulillah. Dan kemarin kan lebarannya pas hari jumat ya, walaupun jatuhnya jadi sunnah, tapi kemarin itu yang laki-laki tetap sholat jumat. Jadi sewaktu yang laki-lakinya sholat jumat di masjid yang letaknya cuma 500 meter dari rumah, yang perempuannya ngaso di rumah. Beberapa nyiapin makanan lain, beberapa antri wudhu, dan beberapanya lagi ada yang tiduran. Terus kalau udah selesai, kami antri makan (lagi). Pokoknya di sini tuh makanannya ada dua macam dan dua kloter gitu. Kalau mau satu kloter aja ya silahkan, mau dua-duanya juga boleh. Kalau aku sih, dua-duanya, hehe.

Biasanya kalau sesi makan udah selesai kami bakal foto-foto lagi terus dilanjut sama main tenis meja, bola sepak, atau badminton di halaman depan rumah. Tapi tahun ini rupanya suhu di Cirebon lagi panas-panasnya, makanya semuanya pada diem aja di rumah―sampai foto-foto juga ikut kelupaan. Yang akhirnya jam-jam sekitar setengah tiga kami semua pun pamit dari rumahnya Om Isa, kembali ke rumah masing-masing. Karena aku rumahnya di Purwokerto, jadinya baliknya ya ke rumah mbah put, hehe (padahal mah kalian udah tahu lah ya, masa iya langsung balik ke pwt). Dan ya gitu, setelahnya ya istirahat masing-masing, nyelonjorin kaki.

Hehe. Panjang banget ya cerita mudik lebaranku tahun ini? Oh iya, Alhamdulillahnya tahun ini lebarannya ramai, lho. Jadi kan biasanya Om Wisnu atau Pakde Upe tuh harus ngejaga posko mudik lebaran karena beliau berdua itu kerjanya di kereta api, tapi kali ini kebagian dinasnya malam, jadinya bisa ikut berlebaran dulu. Terus keluarga Om Isa juga tahun ini lagi giliran berlebaran hari pertama di Cirebon dan hari keduanya yang di Depok, jadinya lengkap juga. Mas Adit sama Mba Nina juga kebetulan lagi libur, setelah biasanya kedapatan jaga rumah sakit di pagi hari. Pokoknya, tahun ini tuh Alhamdulillahnya pas hari pertama pada bisa hadir kecuali keluarga Om Opiq yang baru bisa datang di hari kedua.

Dan aku tuh pernah sekali nanya ke mbah put soal kenapa mbah put tuh suka banget beli jajanan dan nyediain makanan yang luar biasa kalau lebaran begini. Dan tahu apa jawabannya? Katanya, momen lebaran ini tuh justru jadi hari bahagia buat beliau. Ngeliat anak-anak, mantu-mantu dan cucu-cucunya pada kumpul tuh bikin mbah put seneng. Yang biasanya di rumah cuma berdua sama bude lies, kali ini ramean gitu. Yang biasanya cuma bisa denger suara tv, kali ini yang didenger suara celotehan dan ketawa-ketawa cucu-cucunya. Terus katanya juga, beliau itu sudah tua, udah rasanya hidup cuma tinggal ibadah dan kumpul sama keluarga aja. Sesederhana itu kebahagiaan mbah put. Dan kebahagiaan yang sederhana begini biasanya justru yang paling sering terlupakan oleh anak-anaknya karena terlalu sibuk dengan urusan pribadinya :" Allah, semoga Engkau memberikan umur yang panjang untuk mbah put...

Dan untuk semua yang membaca tulisan ini, aku minta maaf ya kalau-kalau aku punya banyak salah baik yang disengaja maupun yang tidak ke kalian. Semoga kita bisa bertemu lagi dengan Ramadhan di tahun depan, dan semoga ibadah yang kita lakukan kemarin-kemarin itu diterima oleh Allah. Sudah lebaran bukan berarti selanjutnya jadi kendor, ya! Btw, masih ada amalan di bulan syawal selain menikah (ini nih, bulan syawal mah sama orang-orang dikenalnya sebagai bulannya orang menikah aja, kan? hehehe) lho. Iya, masih ada puasa enam hari di bulan syawal yang juga bisa kita lakukan.


“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)

Tentunya, setelah melunasi kalau-kalau punya hutang puasa di bulan Ramadhan, ya. Semangat teman-teman!
Read More
Published Senin, Juni 18, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Saya Bingung

Saya itu sebenarnya sedang ingin menulis sesuatu. Tapi lha kok rasanya susah, ya? Kalimat-kalimatnya udah berputar-putar di kepala, tapi waktu mulai dituliskan malah jadi tidak sesuai sama yang tadi dipikirkan. Kayak kurang greget aja gitu hasilnya. Kurang pas antara yang pengen diomongin sama apa yang udah ditulis.

Hmm. Ya sudahlah. Besok-besok saja lagi saya nulisnya. Mungkin sekarang saya bakal baca-baca buku saja dulu biar bisa kembali merangkai kalimat. Semoga saja jadi bisa dimudahkan.
Read More
Published Jumat, Juni 08, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Barakallah fii Umrik, Abi!



Assalamu'alaikum, Abi.

Di tulisan kali ini, aku cuma mau sedikit menulis rasa terima kasih dan doa-doaku buat Abi, yang meskipun sebagian besarnya juga sudah aku sampaikan ke Abi tadi pagi. Tapi, nggak apa-apa kan, bi? Jadi bi, di umur Abi yang sudah menginjak 46 tahun ini, aku berharap dan berdoa semoga Abi selalu diberikan kesehatan, diberikan kebahagiaan, diberikan rezeki yang lancar, dan lain-lain pokoknya yang baik-baik buat Abi. Dan semoga apa yang selama ini Abi inginkan semuanya bisa tercapai, sekaligus semoga sisa umur yang Abi miliki sekarang semakin berkah, Aamiin.

Oh iya, sama maafin aku ya, bi, kalau selama ini aku belum bisa sempurna menjadi anak yang membanggakan Abi. Maafin aku juga kalau selama ini aku punya banyak salah sama Abi. Kadang masih suka ngeluh ke Abi, belum sepenuhnya berbakti sama Abi, dan lain-lainnya. Intinya, aku minta maaf atas semua kesalahan yang pernah aku lakuin ke Abi. Dan makasih atas semua kebaikan yang Abi lakuin ke aku. Aku sayang Abi, pokoknya!

Sebenarnya masih banyak doa-doaku buat Abi, tapi langsung aku sampaikan kepada-Nya saja, ya. Dan sekali lagi, barakallah fii umrik, Abi!
Read More

,

Published Rabu, Juni 06, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Depresi?

Gambar di bawah ini sengaja saya taroh besar-besar, biar bisa jadi pengingat buat sayanya juga. Soalnya beberapa bulan belakangan ini kayak terlalu berharap sama hal-hal yang sebenarnya nggak pantas untuk diharapin, dan jadi lupa bersyukur. Jadi gambarnya sekalian dipakai buat menyentil saya kalau sayanya lagi khilaf, sekaligus biar sayanya nggak berharap sama selain Allah lagi dan lebih bisa mensyukuri segala nikmat yang telah Allah beri selama ini :" Penasaran kayak apa gambarnya? Sok dibaca aja.



webtoons.com
"Perasaan saya saja atau memang benar, akhir-akhir ini di sekitar Kak Radith sering terdengar ucapan 'depresi manis'?"

"Oooohh, itu! Bukan apa-apa, ngga usah dipikirin. Cuma materi farmakologi kemarin, kok."

"Hee..."

"King tahu kan, kalo dikaitkan dengan sesuatu di sekitar kita, materi pelajarannya jadi lebih mudah buat diingat. Dan kayaknya mereka mengaitkan soal 'depresi manis' ke aku untuk itu."

"Memangnya depresi manis itu seperti apa, kak?"

"Itu kondisi dimana seseorang mengalami depresif dan manis secara bergantian. Masa depresif saat merasa murung dan turun mood, lalu masa manis ketika merasa gembira berlebihan."

"Oh... Pantesan! Cirinya sesuai sama Kak Radith!"

"Emangnya ciri apa yang sesuai denganku?"

"Um... Soal gembira berlebihannya, sih..."

"Walah, aku kelihatan gitu ya? wkwk."

"Tapi baru bisa dibilang depresi manis kalau mengalami 'depresif' dan 'manis', kan? Apa Kak Radith merasakan depresi juga?"

"Depresi?"




Notes: Btw saya lupa itu ada di episode keberapa karena pas ngeliat gambarnya langsung asal nge-screenshot aja. Tapi intinya ini ada di season keduanya. Dan kalau nggak salah di episode-episode selanjutnya sang creator-nya merevisi istilah depresi manis dengan istilah manik-depresif yang ternyata lebih umum dikenal. 



#WeArePharmacists
Read More
Published Rabu, Juni 06, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Berhijab Tapi Omongannya Kok Kasar Banget, Sih?

"Lactosa-nya kenapa dihabisin?! Jangan nyusahin orang, dong!"

"Tapi kan bisa diisi lagi."

"Diiitthh!! Sudah kubilang kalo udah kelar dipake, balikin lagi bahan obatnya ke rak!!"

"Ya kan tinggal ambil di mejaku."

"Mana kami tahu itu adanya di mejamu, bego!! Nyemplung sana ke sungai musi!"

"Lev, kamu berhijab tapi kelakuan sama omongan kok kasar banget, sih? Yang bener dong!"

(Ekspektasi Radith, Levy bakal ngomong kayak gini) "Nggak usah ngurusin orang, deh! Mau dilemparin lagi, hah?!" 

(Kenyataannya, Levy malah murung~ Dan ini pertama kali lihat Levy murung)

"Eh? Dia murung?!"

"Radith..."

"I-iya?!" (Refleks hormat)

"Aku berhijab, bukan berarti telah memiliki akhlak yang sempurna. Aku hanya ingin menutup satu pintu dosa yang biasa dilakukan wanita. Banyak yang bilang untuk berhijab setelah punya akhlak yang sempurna. Tapi ukuran sempurna itu yang seperti apa? Sebatas apa? Kupikir, kalau terus berkutat dengan itu, selamanya aku takkan berhijab. Makanya kuputuskan untuk berhijab sembari memperbaiki semua kekuranganku secara perlahan, agar menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi, atas perkataan dan perlakuan kasar yang kuperbuat, aku mohon maaf. Aku permisi."

"...."

Kemudian, Levy terus saja mendiamkan Radith...

***

Mohon disikapi dengan bijak ya kalimat yang saya cetak tebal di atas. Saya menuliskannya di sini bukan karena saya memperbolehkan atau setuju-setuju saja dengan kondisi orang yang berhijab tetapi masih belum mencerminkan akhlak yang baik (dalam hal ini contohnya adalah masih menggunakan kata-kata dan perlakuan yang kasar). Tapi saya cuma ingin membagi sekiranya siapa tahu, ada beberapa di antara kita yang sebenarnya sedang berjuang untuk memperbaiki diri. Iya, siapa tahu aja dia memang sedang berproses untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Makanya, saya membagi cuplikan ini agar kita semua tidak langsung men-judge seseorang. Sekaligus biar kita lebih mengutamakan berkhusnudzon daripada langsung bersuudzon, dan (berusaha) menghargai proses seseorang... :)


#WeArePharmacists Episode XX (Lupa)
Read More
Published Rabu, Juni 06, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Orang yang Sudah Dewasa

"Daddy!"

"Hm?"

"I decided to stay (aku memutuskan untuk tinggal)."

"Kamu yakin?"

"Ya. But my unstable mind spent too much episodes (tapi aku jadi menghabiskan banyak episode gara-gara kelabilanku). Kalau pada akhirnya tetap tinggal, rasanya jadi sia-sia saja."

"Who says? (Siapa bilang?) Tidak mudah untuk membuat suatu keputusan. Orang yang sudah berani membuat keputusan dalam hidupnya, tak peduli apapun itu pilihannya, menandakan bahwa orang itu sudah dewasa. So congrats, my sweetheart."

(Pelukan) "Thank you so much, Daddy!"


Kalau yang ini ditulis karena saya suka sama kata-kata yang saya cetak tebal. Kayak lagi pas banget buat menyemangati saya gitu.


#WeArePharmacists Episode 50
Read More
Published Rabu, Juni 06, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Surat Cinta Untuk Aisyah

Ahad, 3 Juni 2018

Dear Aisyah,

Hari ini, di kota metropolitan yang selama ini (tidak) begitu aku sukai, untuk pertama kalinya aku merasa nyaman. Ya meskipun harus meluangkan waktu berjam-jam untuk menikmati macetnya jalanan ibu kota dari ujung-ujung ke ujung, hal itu justru terasa lebih menyenangkan dibandingkan semalaman berada di rumah kos sendirian, lho. Ngobrol-ngobrol sama kamu semalaman suntuk itu seru, meski apa yang kita obrolin pun sebenarnya juga bukan soal yang heart to heart gitu. Tapi entah kenapa meski capek bawa motor macet-macetan atau malah desak-desakan di busway, rasanya kalo udah ngobrol ketawa-ketawa di atas kasur sambil lihat-lihat video lucu itu semua rasa capek dan pegalnya kayak hilang semua. Allah memang baik banget ya, Is, menjadikan kita berdua pasangan kakak-adik yang bisa saling melengkapi :" Semoga kamu juga merasakan hal yang sama kayak apa yang aku rasain ya, Is.

Dear Aisyah. Sebenarnya aku pengen nulis surat pakai tulisan yang agak-agak puitis gitu, tapi kok kayaknya malah susah ya (wkwk). Jadi aku tulis biasa aja ya, Is. Langsung aja. Kamu inget nggak Is, waktu kamu masih sd dan aku masih smp, waktu pertama kalinya kita nekat pakai motor ke sekolah karena nggak ada yang bisa nganterin kita sekolah? Yang karena sekolah kita satu lokasi dan cuma dipisahin sama gang-gang kecil, kita naik motor bertiga sama Mas Hilmi pagi-pagi banget biar nggak ketangkep polisi karena aku belum punya sim dan biar aku juga nggak ketahuan bawa motor sama ustadz/ustadzah―sekaligus biar aku bisa sembunyi-sembunyi nyimpen motor di masjid deket sekolah? Itu kita belum sedekat ini, ya? Kita jarang banget ngobrol waktu itu, paling obrolan kita cuma soal janjian berangkat sama pulang sekolah aja, atau kalo kamu kesusahan nyelesain soal-soal matematika itu, kan?

Kalau dipikir-pikir, kita malah jadi dekat semenjak aku kuliah di Bandung kan, ya? Bahkan waktu aku smk, karena kamu sekolahnya gantian dianterin sama Mas Hilmi dan akunya gantian nganterin Azizah, ditambah sekolah kita yang mulainya pagi-pagi banget dan selesai sore-sore banget, intensitas kita ketemu pun jadi semakin jarang. Kita berdua sibuk sama urusan masing-masing, aku juga lebih dekat sama Azizah dibandingkan sama kamu. Paling satu-dua obrolan kalau kamu minta dianterin ke rumah teman atau kemana gitu pas mau main sama teman-teman, atau kalau Ummi minta aku ngegantiin Ummi datang ke acara-acara sekolah kamu. Aneh banget ya, Is, kita serumah kok malah nggak dekat gitu, ya? Padahal tidurnya mah bareng, makannya juga bareng, setiap hari ketemu, tapi kok kayak berada di dunia yang berbeda gitu ya :" Malah pas aku masuk kuliah dan mulai jarang pulang baru kamu mulai jadi sering nyariin aku gitu. Hampir setiap dua minggu sekali gitu kan ya kamu selalu ngirimin aku pesan dan nanyain kapan aku pulang?

Kamu inget nggak, Is, waktu kamu lebih milih liburan di Bandung dibandingkan di Jakarta sama Ummi-Abi, yang padahalnya mah di Bandung juga kamunya aku tinggal di kos terus karena akunya sibuk kuliah dan kegiatan di lab? Itu aku seneng banget tau, soalnya pulang-pulang aku jadi nggak ngerasa kesepian dan tidurnya juga jadi nggak sendirian gitu. Ya walaupun kamu lebih banyak ditinggalnya, tapi selama satu minggu lebih itu, setiap sore atau malam kita (berusaha) main ngebolang berdua naik motor yang sampai nyasar-nyasar karena cuma ngandelin maps kan ya? Lucu tahu kalau diinget-inget tuh, mau ke ciwalk aja sampai nyasar-nyasar ke lembang, nyasarnya jauh banget wkwk. Udah gitu kayaknya aku banyak tahu jalanan Bandung justru karena main sama kamu, bukan sama teman-teman lho. Aku juga nggak nyangka kalau liburan-liburan setelahnya malah justru kamu yang minta liburannya di Bandung aja. Dan kalau diingat-ingat, justru mulai dari sini kan ya kita baru dekat tuh? Yang akhirnya pertama kalinya kita bisa ngomongin hal-hal yang secret-secret gitu. Mulai dari sini juga akhirnya aku tahu apa-apa yang kamu rasain, yang selama ini aku kira baik-baik aja dan ternyata banyak yang kamu sembunyiin.

Tapi kalau semua kejadian-kejadian itu aku tulis di sini, nanti jadi panjang banget dan jari-jari aku bisa pegel, Is. Ditambah itu tuh terlalu banyak dan terlalu ngangenin untuk dikenang :" Makanya aku mau langsung ke inti dari surat yang aku tulis ini aja deh ya, hehe. Tujuan aku nulis surat ini tuh sebenarnya karena aku pengen sedikit mengungkapkan rasa bersyukurku ke kamu―yang pastinya juga ke Allah―karena udah menghadirkan sesosok Aisyah di hidup aku, hihi. Aku tuh bersyukur banget Is, karena Allah udah ngasih adik perempuan yang rasanya nggak cuma sebagai adik perempuan aja, tapi juga sahabat sekaligus tempat curhat aku. Aku jadi nggak ngerasa sendiri lagi, karena aku tahu meskipun misalkan nantinya semua teman-teman aku satu per satu mulai pergi, aku masih punya kamu, Is. Ini juga berlaku buat Azizah, sih. Tapi karena sekarang Azizah masih terlalu kecil, jadi saat ini aku bilangnya masih ke kamu aja. Begitu pun dengan kamu ya, semoga kamu juga merasa bahwa selama aku masih hidup, akan selalu ada aku di sisi kamu. Semoga kita bisa selalu saling mendukung dan mengisi satu sama lain ya, Is.

Oh iya, soal apa cita-cita kamu ke depannya, apapun itu asalkan baik, aku bakal selalu ngedukung kamu, Is. Aku tahu kamu nggak mau jadi dokter karena kamu takut sama darah, kan? Soalnya dari kecil setiap tangan kamu kegores dan berdarah meskipun itu cuma sedikit aja, muka kamu udah langsung pucet banget gitu. Tapi setiap darahnya berhenti dan lukanya kering, kamu langsung jadi ceria lagi padahal sebelumnya juga nggak diapa-apain. Meskipun sebenarnya aku nggak menyarankan kamu ngambil informatika juga kayak aku (serius ini Is, susah tau, dan masa semuanya ke IT sih wkwkwk), tapi kalau itu memang passion kamu ya aku pasti bakal mendukung kamu. Aku nggak akan kode-kode kayak Abi yang dari aku mau masuk kuliah, terus ke Mas Hilmi dan sampai sekarang kamu tinggal setahun lagi bakal kuliah juga bolak-balik bilang soal ahli nuklir―yang ternyata nggak ada satupun yang tertarik ke situ wkwk―atau kayak Ummi yang pengen kamu kuliah di luar negeri, kok. Itu semua terserah kamu dan itu juga pilihan kamu, karena kamu sendiri yang akan ngejalaninnya nanti.

Tapi kamu tahu kan, kalau Ummi sama Abi itu juga bukan lagi memaksakan kehendak kamu? Mereka cuma lagi sedikit berharap, kayak aku yang juga berharap kamu mau jadi dokter kandungan. Abisnya, dokter kandungan perempuan itu sedikit loh, Is. Aku mikirnya bakal ada banyak calon ibu muslimah di luar sana yang jadi terselamatkan dari proses melahirkan yang dibantu sama laki-laki. Dulu aku pengen jadi dokter kandungan juga soalnya, tapi karena sekolahnya di smk jadinya nggak bisa, deh. Dan karena aku nggak bisa ipa biologi juga sih, wkwk. Lah malah curhat, ya, hehe. Tapi sekali lagi, apapun cita-cita kamu, itu hak kamu, kok. Aku bakal selalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Dan semoga apa yang kamu cita-citakan itu nggak cuma bisa memberikan manfaat untuk kamu sendiri atau keluarga, tapi juga untuk ummat, ya?
  
Dan soal hafalan kamu, barakallah ya Is karena udah berhasil menyandang gelar hafidzah di usia kamu yang masih remaja ini. Padahal kamu masuk sma itu baru megang 6 juz, tapi alhamdulillahnya selama dua tahun ini langsung bisa menyelesaikan sisanya, ya? Dibarengin sama sekolah, main, kegiatan OSIS, lomba, dll―ih, terbaik lah pokoknya. Doain kakakmu ini juga bisa menyusul, ya. Tipsnya apa sih, Is? Kok aku hafalannya muter-muter di situ aja :( Apa karena aku kebanyakan dosa kali, ya? Jadinya hafalannya sih nambah, tapi juga sekaligus hilang yang belakang-belakangnya. Tapi intinya doain aku juga bisa nyusul kayak kamu ya, Is, begitu juga buat Azizah, Ummi, Mas Hilmi dan Abi. Dan terus jaga hafalan kamu ya, jangan sampai hilang. Karena kayaknya sebenarnya lebih susah menjaga hafalannya daripada menambah hafalannya. Dan itu tanggungjawab yang berat loh, Is :"

Hmm, apa lagi ya? Sebenarnya ada banyak banget hal-hal yang pengen aku ungkapin, tapi rasanya berat banget buat dikenang-kenang gitu, jadi banyak rindunya. Dan aku juga punya banyak doa-doa buat kamu, tapi aku sampaikan langsung pada Allah saja, ya. Tapi harapan aku, semoga kamu bisa terus menjadi wanita tangguh yang cerdas, yang mencintai al quran sekaligus memberikan manfaat untuk ummat, ya. Oh iya ada yang lupa. Makasih juga ya Is buat hadiah tempat minum lucu itu. Aih, kamu kayak tahu banget kalau aku tuh lagi butuh tempat minum. Dan tempat minum ini tuh lucu banget :" Aku sayang Ais pokoknya.

Allah, terima kasih ya...


Pertama kali ditulis di Purwokerto, 2 Juni 2018
dan baru sempat terselesaikan di Jakarta, 6 Juni 2018
Read More
Published Senin, Juni 04, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Ikan Salmon dan Hiu Kecil

"Jadi bagaimana tadi? Sudah bicara dengan Ibu Retnonya?"

"Bu Retno memberi waktu 3 hari untuk memikirkan lagi, Dad."

"Hoo.. I see.. Tapi kalau memang mau ke univ swasta X, Dad rasa tidak perlu memikirkan lagi, iya kan?"

"Dad... I just realized (aku baru sadar) kalau Sastra Inggris juga bukan minatku... Tapi keputusan untuk pindah, I think I'll do it (kurasa akan tetap kulakukan). Even if I (meski aku) pindah lagi ke jurusan yang bukan berdasarkan minat, setidaknya di jurusan itu bisa lebih dikuasai dibanding farmasi. Kalau seperti itu, tetap tak apa-apa kan Daddy?"

"Charlotte..."

"Yes, Dad?"

"Kamu tahu tidak cerita tentang ikan salmon dan hiu kecil? Orang-orang meyakini bahwa ikan salmon yang masih hidup lebih enak diolah untuk masakan Jepang? Karena itu para nelayan Jepang berusaha membuat ikan salmon yang ditangkap agar tetap hidup selama perjalanan menuju pantai. Tetapi ikan salmon yang dimasukkan ke kolam buatan banyak yang mati karena terkurung dalam satu tempat hingga kurang bergerak. Pada percobaan kedua, para nelayan mencoba memasukkan hiu kecil ke dalam kolam ikan salmon. Ternyata hasilnya bikin kaget para nelayan. Semua ikan salmon jadi aktif bergerak karena terus melarikan diri dari kejaran sang hiu kecil. Berkat hiu kecil, jumlah ikan salmon yang mati jauh lebih sedikit dibanding sebelumnya. Pesan moral yang bisa diambil dari kisah ikan salmon dan hiu kecil tadi... 'diam' membuat mati, dan 'bergerak' membuat hidup. Orang biasanya 'diam' ketika tak ada masalah atau saat berada di zona aman. Untuk 'bergerak', yang kamu butuhkan adalah masalah dan tekanan."

"I did good, right? (Yang kulakukan sudah benar, kan?) I 'move' on from the old to the new university (Aku 'bergerak' dari univ lama ke univ baru)."

"Kamu bergerak untuk menuju zona aman. Benar kan, Charlotte?"

"...."

"Kamu berpikir farmasi bukan minatmu karena itu kamu mencari jurusan lain yang menurutmu lebih bisa kamu kuasai. Menurut Dad, itu lebih seperti melarikan diri. Tapi lain ceritanya kalau Sastra Inggris itu benar minatmu sesungguhnya."

"...."

"Sweetheart, bagaimana kalau kamu coba menghadapi masalahmu? Menghadapi 'hiu' kecilmu? Tetapi ini adalah hidupmu. Silahkan putuskan jalan mana yang ingin kamu tempuh."

***

Kisah di atas merupakan cuplikan dari salah satu webtoon berjudul "We Are Pharmacists" yang secara tidak sengaja saya temukan saat sedang mengisi waktu luang di atas lajunya kereta api Kamis kemarin. Cerita yang digambarkan di dalam webtoon ini sebenarnya sederhana, hanya sebatas kehidupan perkuliahan anak-anak D3 Farmasi. Namun, rupanya creator-nya cukup ahli dalam mengemas jalan cerita dan karakter masing-masing tokohnya sehingga ketika membacanya, secara tidak langsung kita akan seperti sedang diajarkan sebuah pelajaran hidup tanpa bermaksud menggurui.

Dan ya, tentu saja webtoon ini pun langsung jadi favorit saya. Sebenarnya masih banyak cuplikan-cuplikan lain yang ingin saya tulis. Tapi karena sayanya masih lagi keasyikan baca dan belum mau flashback-flashback gitu (apalah bahasanya flashback wkwk), jadinya nanti saja lah ya, hehe. Tapi akan lebih baik lagi jika kalian langsung membacanya sendiri, biar pesannya terasa lebih ngena.


#WeArePharmacists Episode 49-50
Read More