Maaf jika pada kenyataannya saya justru jadi men-spoiler-kan isi dari Novel ini. Sungguh, apabila itu benar adanya, saya benar-benar tidak bermaksud demikian.
*
"Tak ada yang diciptakan di atas dunia ini yang sia-sia. Dedaunan kering, sampah di pinggir jalan, bau selokan yang membuat muntah pun tak lepas dari pandangan Tuhan. Bahkan seorang pelacur yang dianggap hina oleh manusia juga bisa tercatat memasuki pintu surga, hanya karena memberi kebaikan pada seekor anjing yag kehausan. Tak ada yang sia-sia kalau kita menyadari siapa diri kita..."
- Di Antara Dua Sujud, Muhammad Irata.
Sebuah novel yang menjadi novel kesukaan kedua setelah novel milik penulis favorit saya: Habiburrahman El Shirazy. Meskipun latar tempatnya bukan Mesir atau Turki seperti novel islami kebanyakan, tetapi latar Manado sukses membuat novel ini juga tidak kalah bagusnya. Bahasa yang digunakan juga ringan dan mudah dipahami. Rasanya saya seperti diajak menonton novel tersebut, bukan membaca; karena pemilihan diksi dan katanya mampu menggambarkan jalan cerita dengan sejelas-jelasnya.
Sebenarnya niat awal saya adalah me-review isi dari novel ini. Namun sepertinya saya tidak begitu pandai dalam merangkai kata dan mengambil makna yang penting, ya. Jadinya saya hanya akan menuliskan beberapa poin yang menjadi perhatian saya dalam buku ini.
Dan, ya. Ini adalah novel tentang cinta; tentang pengharapan; tentang takdir; tentang perubahan; sekaligus tentang keyakinan. Sungguh, ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari novel tersebut. Dan semua pelajarannya adalah tentang kebaikan. Insya Allah.
Sebenarnya niat awal saya adalah me-review isi dari novel ini. Namun sepertinya saya tidak begitu pandai dalam merangkai kata dan mengambil makna yang penting, ya. Jadinya saya hanya akan menuliskan beberapa poin yang menjadi perhatian saya dalam buku ini.
Dan, ya. Ini adalah novel tentang cinta; tentang pengharapan; tentang takdir; tentang perubahan; sekaligus tentang keyakinan. Sungguh, ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari novel tersebut. Dan semua pelajarannya adalah tentang kebaikan. Insya Allah.
Jakarta, 16 April 2018; 23:08
Sebenarnya tulisan ini seharusnya di-post minggu malam;
hanya saja di lembar-lembar terakhir saya justru merasa pusing dan mual;
sehingga akhirnya memutuskan untuk membiarkan ia bersemayam di draft bersama tulisan lainnya;
sekaligus mengistirahatkan mata yang semakin meminta untuk dipejamkan;
tepat jam sepuluh. Cepat, kan?
Karena malam itu sepertinya saya merasa nyaman.